Kisahnya

Kira-kira pukul satu siang, kelihatan dua orang anak muda, bernaung dibawah pohon ketapangyang rindang, di muka sekolah Belanda Pasar Ambacang di Padang, seolah-olah mereka hendak memperlindungkan dirinya dari panas yang memancar dari atas dan timbul dari tanah, bagaikan uap air yang mendidih.

Seorang dari anak muda ini, ialah anak laki-laki, yang umurnya kira-kira 18 tahun. Pakaiannya baju jas tutup putih dan celana pendek hitam, yang berkancing di ujungnya. Sepatunya-sepatu hitam tinggi, yang disambung diatas dengan kaus sutera hitam puladan diikatkan dengan ikatan kaus getah pada betisnya. Topinya topi rumput putih, yang biasa dipakai bangsa Belanda.Di tangan kirinya ada beberapa kitab dengan sebuah peta bumi  dan dengan tangan kanannya di pegangnya sebuah belebas yang dipukul-pukulkannya ke betis. Jika di pandang dari jauh, tentulah akan di sangka, anak muda ini seorang anak Belanda, yang hendak pulang dari sekolah. Tetapi jika dilihat dari dekat nyatalah ia bukan bangsa eropa; karena kulitnya kung bagai kulit langsat, rambut dan matanya hitam bagai dawat. Di bawah dahinya yang lebar dan tinggi, nyata kelihatan alis matanya yang tebal dan hitam pula. Hidungnya mancung dan mulutnya halus. badanya sedang, tak gemuk tak kurus, tetapi tegap. Pada wajahnya yang jernih dan tenang terbayang, bahwa ia seorang yang lurus, tetapi keras hati; tak mudah dibantah, barang sesuatu maksudnya. Menilik pakaian dan rumah sekolahnya, nyata ia anak seorang yang mampu dan tertib sopannya menyatakan dia nak yang berbangsa tinggi.

Taman anak muda ini, ialah seorang anak perempuan yang umurnya kira-kira 15 tahun. Pakaian gadis ini pun sebagai pakaian anak belanda juga. Rambutnya yang hitam dan tebal itu, dijalinnya dan diikatnnya dengan benang sutera, dan dan di berinya pula berpita hitam di ujungnya. Gaunnya (baju nona-nona) terbuat dari kain batis yang berkembang merah jambu. Sepatu dan kausnya, coklat warnanya. Dengan tangan kirinya di pegangnya sebuah batu tulis dan sebuah kotak berisi anak batu, pensil, pena dan lain sebagainya; dan di sebelah kanannya adalah sebuah payung sutera kuning muda, yang berbunga dan berpinggir hijau.

Alangkah elok parasnya anak perawan ini, tatkala berdiri sedemikian ! seakan-akan dagang yang rawan, yang bercintakan sesuatu, yang tak mudah di perolehnya. Pipinya sebagai payuh dilayang, yang kemerah-merahan warnanya kena bayang baju dan payungnya, bertambah merah rupanya, kena panas matahari. Apabila tertawa cekunglah kedua pipinya, menambahkan manis rupannya; istimewa pula karena pada pipi kirinnya ada tahi lalat yang hitam. Pandangan matanya tenang dan lembut, sebagai janda baru bangun tidur. Hidungnya mancung sebagai bunga melur, bibirnya halus, sebagai delima mereka, dan diantara kedua bibir itu kelihatan giginya, rapat berjejer, sebagai dua baris gading yang putih. Dagunya sebagai lebah bergantung, dan kepada kedua belah cuping kelihatan subang perak , ynag bermatakan berlian besar, yang memancarkan cahaya air embun. Dilehernya yang jenjang, tergantung padai ranjai emas ynag halus, sebuah dokoh hati-hati ,yang bermatakan permata delima. Jika ia minum seakan-akan terbayangnlah air yang diminumnya di dalam kerongkongannya. Suaranya lemah lembut, bagai buluh perindu, memberi pilu yang mendenngarnya. Dadanya bidang, pinggangnya ramping. Lengannya dilingkari gelang ular-ular, yang bermatakan beberapa butir berlian yang menyala-nyala sinarnya. Pada jari manis tangan kirinya yang halus itu kelihatan sebentuk cincin.